ChocoBlackforest - Mu

19.58

ChocoBlackforest - Mu
Manisnya membuat senyum yang merekah di bibir, dinginnya meneduhkan, dan hangatnya menentramkan jiwa. Meski warna coklat pekatnya membuat sinar tak mampu untuk menembus. Hampir setiap malam menjadi teman Aliya di kedai coklat yang tak jauh dari kampusnya. Hanya dengan mengucapkan kode pada mas-mas yang ada di kedai tersebut, tak lama kemudian teman setia Aliya akan hadir dihadapannya. “Mas, hot original chocolatenya satu ya, gulanya dikit aja.” Coklat panas malam ini menjadi obat stres bagi Aliya yang isi kepalanya dipenuhi setumpuk pertanyaan yang entah ia harus menjawab apa. Tak terasa malam semakin larut. Namun, kedai coklat ini semakin ramai pengunjung, entah terdapat daya tarik apa yang membuat ratusan pasang kaki singgah kedai coklat klasik itu. Aliya melangkah keluar dengan membawa map yang berisi tumpukan kertas penuh coretan merah dan 1 kata yang mengerikan tertulis besar di halaman depan “REVISI”.
Aliya datang ke kedai coklat lebih malam dari biasanya. Kali ini ia tak membawa tumpukan kertas mengerikan itu. Dia hanya sekedar ingin duduk melihat hiruk pikuk kedai. Malam minggu ini kedai coklat lebih ramai dari biasanya, hingga tak terlihat kursi kosong untuk menikmati secangkir coklat hangat. Setelah beberapa menit Aliya berdiri dan pandangannya berlari kesana kemari, akhirnya Aliya mendapatkan 1 kursi kosong. Dekat jendela.
“Permisi mas, boleh saya duduk sini..”
“oh, silahkan mbak.

Jawabnya dengan senyum di bibir. Kali ini Aliya tak sendiri, karna terpaksa Aliya harus berbagi meja dengan pengunjung lain. Aroma original coklat kali ini lebih nikmat dari biasanya. Tercampur dengan aroma gerimis hujan yang menerobos masuk dari celah-celah jendela. Baru kali ini Aliya berbagi meja dengan orang yang tidak ia kenal. Dan hanya berdua berhadapan. Tak sedikit mata Aliya melirik sosok lelaki yang tepat di depannya. Hanya bersekat meja bulat. Namun tak sedikitpun lelaki itu melirik Aliya. Dia hanya fokus dengan koran yang  digelar dipangkuannya. Terlihat judul koran yang terpampang besar “Lowongan Pekerjaan”. Aliya fikir lelaki itu sedang mencari pekerjaan. Namun, dandanan  lelaki terlihat seperti anak dari orang tua yang berada. Aliya tak terlalu menghiraukannya dan memalingkan pandangannya ke luar jendela. Tak lama lelaki itu beranjak keluar tanpa permisi. Wajah Aliya terlihat sedikit kesal, karena seperti tidak dianggap. Aliya meredam kekesalannya dengan meneguk original coklat yang telah lama nangkring di hadapannya. Kaki Aliya mengetuk-ngetuk menikmati alunan musik klasik yang ada di kedai coklat, sesekali memainkan gadgetnya. Sesekali melihat suasana sekitas kedai. Pandangnnya terhenti pada sehelai kertas kecil yang jatuh didekat mejanya. Semacam kartu nama. Entah angin apa yang menggerakkan tangan Aliya untuk memungutnya. Samar-samar Aliya mengejanya “ba-li-pu-chi-no”. Sepertinya tak asing untuk diucap.
Malam ini Aliya tak singgah di kedai coklat. Kakinya melangkah ke sebuah tempat seperti kedai coklat. Tertulis “Balipuchino” di plang yang berhiaskan lampu warm white yang menambah kesan romantis di area kedai balipuchino. Tempatnya yang terbuka, membuat angin bebas menerobos. Letaknya yang di ujung pertigaan jalan membuat pengunjung bisa melihat hiruk pikuk kemacetan jalan. Aliya duduk di pojok dekat pagar yang hanya selisih 2 meter dari badan jalan. Tiba-tiba seorang waiters datang membuyarkan rasa penasarannya pada tempat ini. Secarik kartu nama yang menuntunnya ke tempat yang sebelumnya belum pernah ia kunjungi.
“Permisi, mbak, pesen apa?”
“ehm, saya baru pertama kali ini kesini. Menu yang enak apa ni mas? Yang best seller mungkin.” Jawabnya dengan nada cadaan.
“mbaknya suka kopi apa chocolate?” balas mas-mas waiters
“saya lebih suka chocolate mas. Yang gak terlalu manis”
“ Kalo gak yang gak terlalu manis ada chocoblackforest, kalo suka manis ada toblerone, ada juga choconutella. Kalo mau nuansa susu ada chocomilk. Kalo mau request gula juga bisa kok mbak.”
“aduh, banyak banget ya, saya jadi bingung.” Jawabnya
“kalo rekomendasi sih chocoblackforest mbak, gak terlalu manis dan ada rasa semacam biskuit blackforest gitu. Sepertinya cocok buat mbak.” Pilih lwlaki itu sambil menunjuk ke gambar yang bertuliskan chocoblackforest.
“oke deh saya pesen chocoblackforestnya satu kentang gorengnya satu ya mas.”
Perbincangan singkat itu tak menggerakkan mata Aliya ke lain arah sedikitpun, hanya menatap seorang waiters dihadapannya. Tatapan itu terhenti ketika lelaki itu menghilang, tak terlihat lagi. Aliya berfikir keras. Paras lelaki itu mengingatkan Aliya pada kejadian kemarin malam. Lelaki yang berbagi meja dengannya. beberapa menit kemudian lelaki itu muncul kembali dihadapannya. Dibacanya tag name yang menempel di baju lelaki itu.
“Ahsan” bisik Aliya.
Nama itu seketika berkeliaran dalam benak Aliya. Detak jantung Aliya berdebar lebih kencang dari biasanya, berkolaborasi dengan keringat dingin yang mengucur deras. Aliya tak mengerti arti perasaan ini. Mungkinkah ini cinta? Secara cepat dalam hati Aliya berkata “aku melihat diriku jatuh di hatinya, dan sepertinya aku percaya adanya cinta pandangan pertama.” Entah mengapa, tiba-tiba Aliya mengambil sehelai tisu dan memainkan pulpen diatasnya, “ aku ingin mencintaimu dalam diamku, biarkan Allah yang berbicara.”
Hari ini Aliya datang lebih malam dari biasanya kedai balipucino terlihat sedikit sepi. Mata Aliya berkeliaran mencari sesosok lelaki yang membuat dirinya jatuh. Tak lama setelah ia duduk di sudut kedai, lelaki itu menghampirinya. Ahsan.
“Hot chocoblackforestnya 1 ya mas.” Celetuknya
“Baik mbak.” Jawab Ahsan dibumbui senyum tipis dibibir.
Kali ini Aliya berteman sebuah novel terbaru dari penulis favoritnya. “Halo” cover novel itu bicara. Sambil membaca novel dan sesekali menyeruput chocoblackforesnya mata Aliya tetap bergerilya mencari lelaki bernama Ahsan yang telah menjatuhkan hatinya. Mendengar suara dering handphone, tangan Aliya refleks merogoh tasnya. Tertulis “Mamah” di layar handphone.
            “Halo, ada apa mah?” kata Aliya
            “Kamu dimana Al? Kok belum pulang.” Suara dari handphone Aliya.
“Lagi di Balipucino mah, kedai kopi dan coklat gitu. Gak jauh dari rumah kok mah. Bentar lagi juga pulang.” Jawabnya
            “Yaudah, jangan pulang malam-malam. Ada yang mau mamah omongin.”
            Suara di handphone Aliya pun berhenti. Mata Aliya pun kembali mencari-cari sosok Ahsan, sambil mengayunkan spidol di atas tisu “izinkan aku memperbaiki diriku, dan ku perizinkanmu untuk memperbaiki dirimu. Agar ketika dipertemukan nanti, kita baik di mata-Nya, bukan baik di mata kita. –a”. Kakinya melangkah ke kasir, dan menemukan lelaki yang ia cari. Lelaki itu sedang lihat meracik secangkir cappuchino dengan taburan chocogranule.
            Sudah lebih dari seminggu Aliya tak singgah di Kedai Balipucino. Sejak mama Aliya menelfonnya ketika ia sedang memandang nuansa hatinya. Namun sejak itu pula kebahagiaanya terenggut, ketika mama Aliya mengatakan bahwa ia akan di jodohkan dengan seorang laki-laki yang dirinya tidak tahu. Sore ini ia sempatkan singgah ke kedai Balipucino, untuk melihat tambatan hatinya. Tak bisa dipungkiri Aliya merindukan chocoblackforest buatan Ahsan. Namun sepertinya chocoblackforest kali ini tak senikmat dulu. Pandangan Aliya masih tetap tertuju pada sosok Ahsan, tapi fikirannya melayang ke laki-laki lain, laki-laki yang dijodohkan orang tuannya. Reza Adinata. Nama itu terngiang. Teringat ketika ia membaca biodata Reza tiga hari yang lalu. Meskipun terlampir foto Reza, Aliya tak sedikitpun menyentuhnya, semacam tak sudi untuk melihat. Yang ada di hatinya saat ini ialah Ahsan. Mencintai dalam diamnya menjadi jalan yang dipilih Aliya. Harapannya semakin menciut untuk mempertahankan hatinya yang jatuh di hati Ahsan. Hanya doa yang terpanjat menjadi satu-satunya senjata.
            Kesokan harinya Aliya tidak menjumpai Ahsan di kedai. Matanya meloncat kesana kemari, namun tak kunjung menemukan waiters yang terdapat nama Ahsan di dada sebelah kanan baju waiters itu. Kali ini Aliya tak memesan chocoblackforest, karna Aliya hanya akan meminum chocoblackforest buatan Ahsan, bukan yang lain. Cappuchino pahit menjadi pilihan Aliya, sepahit suasan hatinya. Sosok lelaki yang menjadi moodboasternya itu. Aliya pulang dengan hati yang berkecambuk.
            Ketika di rumah hati Aliya tambah tak menentu menerima pertanyaan-pertanyaan yang menjorok ke pernikahannya dengan Reza. Aliya sudah pasrah dengan orang tuanya. Ia tidak ingin membantah kehendak orang tuanya. Hari ini pertemuan dua keluarga itu berlangsung, tanpa kehadiran sang lelaki. Kedua orang tua Aliya terlihat bahagia pun orang tuanya. Aliya hanya memberikan senyum terpaksanya dan pura-pura bahagia. Tanggal pernikahanpun telah ditetapkan. Dua minggu lagi ia menikah, meski hanya ijab qobul dan resepsi sederhana bersama sanak keluarga. Dalam sujud malamnya Aliya hanya berdoa kepada Allah untuk memberikan yang terbaik untuknya. Meski hatinya masih tertambat oleh lelaki lain.
            Sudah seminggu Aliya singgah ke kedai Balipucino, namun tak sedikpun terlihat batang hidung Ahsan. Itu yang membuat hatinya resah dan kecewa. Sebentar lagi ia akan milik orang lain. Hari berjalan begitu cepat. Tak ada seminggu lagi Aliya akan melepas masa lajangnya.
            Malam ini Aliya kembali melangkahkan kakinya ke kedai Balipuchino. Belum terlihat tanda-tanda Ahsan ada disana. Namun perasaannya mengatakan bahwa Ahsan ada disana, sehingga ia berani memesan hot chocoblackforest. Tak lama kemudian suara langkah waiters terdengar.
            “Silahkan mbak, chocoblackforestnya. Masih tetap chocoblackforest ni mbak. Belum move on dari dulu.” Canda Ahsan sambil memberikan secangkir chocoblackforest buatannya.
            “Iya mas, hatinya juga belum move on soalnya. Hahaha “ canda Aliya meski itu benar.
            Senyum Aliya merekah, ia tak tahu harus senang atau sedih. Ia senang Ahsan mengatakan sesuatu lebih panjang dari biasanya. Disisi lain hatinya sedih dan hancur, karna tiga hari lagi ia akan menikah, yang sampai sekarang ia tak tahu parasnya. Selama dua hari Aliya selalu ke kedai Balipucino untuk melihat paras Ahsan dalam detik-detik terakhirnya. Menikmati senyumnya, tentunya dengan secangkir chocoblackforest buatannya. Ia tak ingin momen-momen seperti ini akan usai. Tak sadar air matanya menetes ketika ia menyeruput yang ada dihadapannya. Ahsan tak sengaja mengetahui itu. Diberikannya sehelai tumpukan tisu yang ada di meja sebelah.
            “Tisu mbak”  kata Ahsan
            “Makasih mas.” Balasnya sambil sesenggukan
            “Mbak kenapa bersedih? Mbak bisa cerita ke saya kalo mbak mau.”
            Entah Angin apa yang menggerakkan bibirnya, menceritakan semua hal masalah perjodohan yang ia alami. Ahsan pun mendengar setiap kata yang diucapkan Aliya. Hanya satu kalimat yang melekat dalam benak Aliya.
            “ Orang tua akan memberikan yang terbaik mbak, menumbuhkan cinta lebih indah daripada jatuh. Karna terkadang jatuh itu terlampau menyakitkan.” Nasehat Ahsan ini takkan pernah hilang dalam memori Aliya. Tisu yang tergeletak di meja menjadi media curahan hatinya, pulpen yang ia pegang terayun mengikuti irama tangan,” yaa Tuhan, ku pasrahkan semuanya kepadaMu, hanya skenarioMu lah yang Maha baik. Jikalau memang dia bukan jodohku, izinkan aku menikmati chocoblackforest buatannya sepanjang hidupku. –a”
            Hari ini hari pernikahannya. Semua telah siap dengan dekorasi dan pakaian serba putih. Aliya Hanya berdiam disebuah ruangan bersama sanak keluarganya. Jantungnya berdegup sangat cepat, tangannya tak hentinya bergetar meremas tangan mamanya. Terdengar suara ijab qabul dengan lantang.
            “yaa Reza Adinata Ahsan bin ahmad Rivai! Antahtuka wa zawwajtuka makhtuubataka Aliya Rahma binti Ismail bi mahri mushaf al-qur’an wa alatil ‘ibadah wa tilaawatu minas surah Ar Rahman haalan.”
            Tak lama kemudian terdengar ucapan sang lelaki.         
            “Qobiltu nikaahahaa wa tazwijahaa bi mahril madzkuur haalan”
            “ SAAAAHH..” riuh suara itu menandakan Aliya telah menjadi milik orang lain. Namun yang bikin ganjil suara itu tidak asing baginya. Tangan seorang anak kecil yang tiba-tiba menyentuhnya membuat Aliya terbangun dari lamunannya. Seorang anak kecil itu memberikan sepucuk amplop. Karena penasaran, Aliya membuka amplop berinisial -a- itu. Aliya tersentak melihat helaian-helaian tisu yang penuh coretan-coretan sang mpunya. Aliya.
            Dengan gemetar Aliya bergerak menuju tempat sang lelaki. Senyumnya sedikit demi sedikit merekah. Bukan senyum paksaan ataupun kepura-puraan. Namun keyakinan bahwa hatinya akan berlabuh di hati lelaki yang ada dihadapannya. Setelah rangkaian usai, mereka duduk bersanding. Lantunan surat Ar-Rahman sayup-sayup mulai terdengar. Fabiayyi aalaa irobbikuma tukadzdziban mengiri butiran-butiran air mata yang tak sengaja jatuh. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Allah Maha Baik, dan Allah akan memberikan yang terbaik. Karena yang menurut manusia baik belum tentu baik di mataNya. Lelaki itu memberikan sehelai tisu yang bertuliskan “Kamu akan menikmati chocoblackforest buatanku sepajang hidupmu, wahai belahan jiwaku.”


“Ini chocoblackforest spesial untuk orang terspesial dalam hidupku.” Ucap lelaki disampingnya yang kini telah menjadi suaminya.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe