Review Novel 25 JAM Karya Stefani Bella & Syahid Muhammad

07.52

-pelarian dibutuhkan, saat diam sudah tidak bisa lagi menyelesaikan masalah (25 Jam, 237)-





-blurb-
Di antara pikiran yang bergumul dengan perasaan
Di antara luka yang menganga dan menciptakan duka
Di antara masa lalu yang belum juga kunjung termaafkan


       Udah lama banget gue gak isi blog ini, setahun lebih. Sebenernya udah lama banget juga gue pengen ng-review novel ini. Tapi ketunda-tunda terus dan ketabrak mager, hahaha. Padahal gue selesai baca ini udah lama banget. Jadi nulis review ini butuh baca ulang (baca cepet sih, loncat-loncat gitu).
       Novel yang berjudul 25 Jam ini menjadi kolaborasi ketiga Stefani Bella dengan Syahid Muhammad. Sebelumnya mereka menulis buku berjudul Kala dan Amorfati. Masih dengan sampul buku hitam yang elegan, sama seperti buku sebelum-sebelumnya. Kenapa yaa sampulnya item semua? tapi bagus sih, aku suka :D. Buku setebal 300 halaman ini diterbitkan oleh Gradien Mediatama pada bulan Juni 2019 lalu.
        Secara tidak langsung buku ini masih mengangkat problem psikologis juga. Menceritakan dua anak manusia, yaitu Abimana dan Azalea yang sebetulnya secara garis besar memiliki problem yang sama. Bersinggungan dengan orang tua dan kehilangan seseorang yang mereka sayangi. Situasi yang membuat mereka menyalahkan keadaan. Ketika diam tak kunjung menyelesaikan masalah. Mereka memilih pelarian dengan tujuan penyembuhan, agar bisa memaafkan dirinya sendiri, orang lain dan masa lalunya.  Dalam buku tersebut ada statement Ted yang aku suka, dan aku setuju,

“Manusia pada dasarnya selalu menderita sesuatu yang terbentuk dari pikirannya sendiri atau dari masalah lain yang memang nyata. Seolah kita membuat lubang dalam diri kita sendiri. Semua orang adala pencari. Mencari pengisi lubang yang ada dalam diri kita. Menurutku, itu adalah sebuah keseimbangan. Mereka membuat masalahnya sendiri, agar dapat melakukan pencarian. Karena kita bukan mahluk statis.”
(25 Jam, 22)

         Terkadang manusia dihinggapi banyak ketakutan-ketakutan dalam pikiran mereka, sehingga membuat masalahnya sendiri. Dan tugas kita juga mencari puzzle-puzzle jawaban atas masalah yang kita buat sendiri. Terkadang kita iri dengan hidup orang lain. Padahal hidupnya tak sebahagia yang kita lihat. Bersyukur, itu yang harus kita lakukan. Baik saat suka, duka maupun terluka.
      Buku ini recommended sih. Bisa jadi bacaan saat #dirumahaja di masa-masa pandemi ini. Belajar memaafkan dan meminta maaf. Bahwa sebenernya meminta maaf juga tak semudah itu, ia perlu mengesampingkan ego dan memaafkan diri sendiri terlebih dahulu sampai ia berani untuk meminta maaf.

"Kita adalah kepingan. Yang nampaknya takkan pernah bisa utuh, bila terus salahkan keadaan. Yang mungkin takkan pernah bisa penuh, bila tak mau coba pahami kehidupan."
(25 Jam, 108)

       Udah aahh-- takut kebanyakan spoiler, hahaha. Buku ini bisa dibeli di toko buku offline maupun online. INGET! BELI BUKU ASLI, JANGAN BAJAKAN! Harganya 82.900. Tenaaaang, banyak diskon bertebaran dimana-mana. Kalo belum punya duit, nabung dulu atau pinjam teman. Enjoy your time. Selamat membaca ^^.

You Might Also Like

1 komentar

  1. Jujur suka banget sama kalimat ini :
    "Kita adalah kepingan. Yang nampaknya takkan pernah bisa utuh, bila terus salahkan keadaan. Yang mungkin takkan pernah bisa penuh, bila tak mau coba pahami kehidupan."
    (25 Jam, 108)

    terimakasih reviewnya Sal, bisa jadi next booklist

    BalasHapus

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe