Usaha Menuju Pengusaha
Hari semakin larut. Sinar sang rembulan
menghiasi gelapnya malam. Jalan-jalan yang tadinya ramai lenyap ditelan sepi.
Terlihat rumah sederhana dengan diding becat hijau dan lantai berkeramik
senada. Pintu dan jendela pun telah tertutup seolah menolak datangnya semilir
angin malam. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 21.00. Namun, keluarga kecil
ini belum terlelap dalam buaian mimpi. Didalam kamar Nisa dan Ziya, kakak
beradik in masih ramai mendiskusikan acara seminar besok yang sampai saat ini
belum mendapatkan izin dari orang tuanya.
“Gimana? Udah dapet izin dari ayah belum?”
ujar Nisa.
“Belum
nih. Coba kamu minta izin ke ibu! Barang kali diizinin.” jawab Ziya si adik.
Dengan
wajah resah dan diselubungi rasa pesimis Nisa memberanikan diri meminta izin
kepada ibunya.
“Bu, kalo besok aku sama Ziya iku seminar di
Ngawi boleh nggak?” tanya Nisa.
“Jangan,
jauh. Mau naik apa kamu kesana?” jawab ibu.
“Naik bis,bu. Nanti disana juga ada temen
kok.”
“Nggak…”
“Nggak…”
Dengan wajah di tekuk Nisa
menceritakan pada adiknya. Mereka berdua pun pasrah dengan kedua orang tuanya.
Jam dinding menjukkan pukul 10 malam. Dan akhirnya mereka tidur dengan perasaan
yang tak karuan.