-Untuk kita dan kalian, yang merasa dibedakan atau terasing, oleh orang-orang atau bahkan oleh pikiran kalian sendiri... kita berhak punya tempat minimal dalam diri kita (Paradigma, 302)-
-blurb-
Kita adalah benang-benang pesan yang kusut tafsiran.
Sekali terurai, malaikat dan setan ikut terselubung.
Menjadi pengacau antara akal dan kelakar.
Di antara kuasa-Nya, kita hanya percikan kekacauan,
memohon peran untuk perang,
yang berdoa dalam dosa.
-Paradigma-
Hay, warga blog~ Pada tau gak nih kemaren tanggal 10 Oktober ada peringatan hari apa? Yaaaaps, Hari Kesehatan Mental Sedunia. Trus apa hubungannya dengan resensi novel kali ini? Mungkin buat kalian yang udah baca novel ini tahu, kalo novel ini ada sangkut pautnya dengan kesehatan mental. Oke, sebelum bongkar-bongkar isinya, kenalan dulu sama bukunya kali yaaa ^^.
Novel berjudul "Paradigma" ini novel tunggal kedua karya Syahid Muhammad. Novel tunggal pertamanya berjudul "Egosentris" (sebelumnya udah gue tulis juga resensinya). Setelah gue baca novel egosentris, gue jadi kecanduan baca karya-karya si Syahid Muhammad ini. Waktu ada postingan di instagramnya (@iidmhd) ada novel barunya ini gue udah excited banget. gue mikir, waah problem psikologis apalagi nih yang bakal dibahas di novel paradigma. Buku ini tebelnya 321 halaman, diterbitkan oleh penerbit yang sama dengan buku-buku sebelumnya, Gradien Mediatama. Kayak baca novel sebelumnya, di awal-awal ceritanya agak bingungin dan sedikit membosankan, meskipun udah kenal ritme/pola tulisan si penulis. Tapi, kalo udah masuk klimaks *booooooom* bakalan nagih gak pengen berhenti karna penasaran cerita selanjutnya.
Pasti yang belum baca pada penasaran kaaaaan~
Novel ini menceritakan seorang mahasiswa psikologi bernama Rana. Ia suka nggambar dan dari gambar ia dapat menghasilkan uang. Ada yang beda dari diri Rana. Ia lebih gampang deket atau berteman dengan perempuan. Rana hanya punya satu sahabat laki-laki, namanya Aldo. Sangking hanya punya satu sahabat laki-laki dan sering bareng, temen-temennya sering menganggap Rana adalah seorang gay dan hubungannya dengan Ola (pacar Rana) hanya sebuah gimmick. Nah, suatu hari si Rana ketemu sama seseorang di suatu cafe, namanya Anya. Saat itu Anya membacakan sebuah puisi. Ternyata si Anya masih satu kampus dengan Rana. Mulai dari situ Rana dan Anya seperti memiliki pemikiran yang sama dan nyambung. Hal itu yang membuat hubungan Rana dan Ola retak, karna Ola cemburu dengan Anya. Meski tak bisa dipungkiri juga bahwa Anya juga menyimpan rasa pada Rana. Dari kecemburuan itu Ola menjadi dendam dan dengki dengan mereka berdua. Hingga suatu saat ia memiliki pikiran jahat menyebarkan rumor, bahwa Rana suka memakai pakaian perempuan. Ola menyebarkan foto Rana yang sedang memakai pakaian perempuan. Dari rumor yang ramai banget diperbincangkan di lingkungan kampus itulah yang akhirnya sedikit demi sedikit membuka problem psikologis yang dialami Rana yang membuatnya terancam di DO dari kampusnya.
Rana memiliki masalalu yang tidak baik dengan keluarganya. Saat kecil ia sering ditinggal ayahnya ke luar kota karna pekerjaan. Ia sering melihat ibunya menahan rindu. Hingga suatu saat ibu kecelakaan dan meninggal saat ayahnya tak ada di rumah. Kebencian Rana pada sang ayah semakin memuncak. Hal tersebut yang membuat Rana memiliki mental disorder lebih tepatnya Dissasociative Identity Disorder. Tak hanya Rana yang memiliki kelainan, Anya yang terlihat baik-baik saja ternyata juga memiliki problem psikologis.
Problem psikologis Rana mendapatkan titik temu saat Felma (sahabat Anya) bertemu dengan Rana dan melihat gambar yang menurutnya tak asing. Gambar itu sama dengan gambar yang pernah digambar oleh pacarnya.
Novel ini menambah wawasan banget tentang problem psikologis. Biar kita bisa melek masalah kesehatan mental, termasuk gangguan-gangguan mental yang ada disekitar kita. Dari novel ini kita bisa mengambil pelajaran, bahwa mereka yang berbeda itu bukan aneh. Mereka hanya berbeda, yang membutuhkan bantuan dan kepedulian kita. Masih banyak social judgement yang membuat seseorang terasing yang dapat menimbulkan problem psikologis. Bullying juga masih banyak dijumpai di sekitar kita. Mereka yang memiliki Mental Disorder itu butuh rangkulan kita, butuh support. bukan malah tersingkir dan terasing. Kata Bu Asni dalam novel tersebut, gangguan mental seseorang bukan hal yang pantas ditertawakan dan orang semakin sadar pentingnya kesehatan mental.
"Ada yang memaafkan dan dimaafkan. Tak ada seorang pun yang bisa memesan takdirnya sendiri. Tak ada yang ingin menjadi terdakwa atas sebuah tragedi, pun tak ada yang bisa menghindari takdir. Semua orang bisa jadi korban sekaligus pelaku." --- hal. 270
"Sebelum bisa diterima oleh orang-orang, kita terkadang harus lebih dulu menerima mereka. Enggak semua orang paham dengan kondisi kita." --- hal. 288
Novel Paradigma ini recommended banget sih. Masih anget banget niiih. Yang bingung mau beli atau baca buku apa weekend ini, bisa banget ini jadi referensi bacaanmu. Udah bertebaran di Gramedia. Semoga resensi ini bermanfaat yaaa. Doain juga semoga gue bisa itiqomah nulis di blog ini dan memberikan tulisan-tulisan yang bermanfaat buat kalian semua ^^.